
Setan Melestarikan Kesyirikan
Ada seorang syaikh menulis buku tentang urgensi tauhid. Beliau mengajarkan isi buku tersebut kepada para santrinya, mengulang-ulang pelajaran itu hingga berkali-kali. Suatu hari murid-muridnya mengusulkan, “Wahai syaikh, kami ingin mendapatkan materi yang baru, tentang kisah atau sejarah.” Syaikh menjawab, “Akan saya pertimbangkan InsyaAllah".
Pagi harinya syaikh itu datang dengan wajah muram, terlihat sedih kemudian termenung. Para santri pun bertanya gerangan apakah yang menyebabkan syaikh berduka. “Saya mendengar ada sescorang di tetangga desa yang membangun rumah baru. Karena takut gangguan jin, dia pun menyembelih seekor ayam di depart pintu sebagai sesaji, meminta restu kepada jin penunggu. Saya telah mengirim utusan untuk mengecek kebenaran berita itu.”
Tidak ada ekspresi apa pun dari para santri mendengar ungkapan keprihatinan syaikh mereka. Ada yang mendoakan hidayah untuk penyembellih ayam tersebut, selebihnya diam.
Esok harinya syaikh mengabarkan kepada para santrinya, “Setelah dicek, ternyata kabar yang kemarin tidak valid. Tapi ada kejadian lain di sana, bukan seorang lelaki yang menyembellih ayam untuk sesaji tapi seorang lelaki menzinai ibunya.”
Sontak kegeraman tampak di wajah para santri, kecaman, kutukan dan cercaan keluar dari lisan para santri. “Dia harus dinashiati… dia harus diberi pelajaran… dia harus dihukum… kalau perlu dirajam.”
Syaikh justru terkejut dengan reaksi para santrinya. Beliau berkata, “Alangkah anehnya kalian ini, demikian hebat reaksi kalian terhadap pelaku dosa besar yang tidak menyebabkan pelakunya keluar dari Islam, tapi tidak ada reaksi apapun dari kalian terhadap orang yang terjerumus ke dalam kesyirikan. Padahal syirik (besar) menyebabkan pelakunya keluar dari Islam. Sekarang ambil buku tauhid, kita pelajarī lagi darī awal.”
Jangan-jangan kondisi kita jauh lebih parah dari kisah di atas. Bukan saja sesaji dianggap biasa, bahkan dinggap sebagai tradisi luhur.
Bagaimana kesyirikan seperti itu bisa lestari?

Menang Melawan Setan - Abu Umar Abdillah